Bukhari(no. 1427) dan Muslim (no. 1034). 1. Penjelasan mengenai beberapa macam tangan. Yang terbaik adalah tangan yang memberi dan berinfaq di jalan Allah. Kemudian tangan yang memberi dengan tidak menyebut-nyebut pemberian dan tidak pula menyakiti orang yang diberi. Kemudian tangan yang menahan diri untuk tidak menerima.
Batam(Kemenag)-----Dalam apel pagi ini di hari ke 3 masuk kerja pasca lebaran idul Fitri 1442 H, Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Batam H. Muhammad Dirham menyampaikan tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah. Jangan pernah menghardik para peminta dan orang miskin. Karena doa doa mereka mustajab. Hal ini disampaikan Dirham pada saat menjadi pembina apel pagi dihalaman
DariHakîm bin Hizâm Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya.
Bukankepada manusia. Dari konsep ini saja kita sudah dapat menyimpulkan setidaknya satu, kepada manusia, memberi itu lebih baik daripada menerima. "Tangan di atas itu lebih baik dari pada tangan di bawah.". Tangan di Atas Lebih Baik dari pada Tangan di Bawah Dari segi kewajiban atau kepantasan seperti yang dibahas di atas, sebenarnya kita
Ekonomi Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp. Tangan Diatas Lebih Baik Dari Tangan Dibawah. Dalam soal kefakiran dan kekayaan kaum Sufi sepakat menyatakan bahwa kefakiran jika disertai sifat redha itu lebih afdhal dari kekayaan, sebab itulah ia menjadi pilihan Baginda Sidnan Nabi Muhammad SAW dan ini jugalah yang dianjurkan oleh Malaikat Jibril
Vay Tiền Nhanh Ggads. Membuat dan menambahkan tanda tangan ke pesan Outlook untuk Microsoft 365 Outlook 2022 Outlook 2022 Outlook 2016 Outlook 2013 Outlook 2010 Outlook 2007 Lainnya…Lebih sedikit Dalam Outlook, Anda bisa membuat satu atau beberapa tanda tangan yang dipersonalisasi untuk pesan email Anda. Tanda tangan Anda bisa menyertakan teks, gambar, kartu nama elektronik, logo, atau bahkan gambar tanda tangan tulisan tangan Anda. Anda bisa Outlook agar tanda tangan secara otomatis ditambahkan ke semua pesan keluar atau membuat tanda tangan dan menambahkannya ke pesan secara kasus demi kasus. Membuat tanda tangan dan memilih kapan Outlook menambahkan tanda tangan ke pesan Anda PentingJika memiliki akun Microsoft Microsoft 365 , dan menggunakan Outlook dan Outlook di web atau Outlook di web untuk bisnis, Anda perlu membuat tanda tangan di kedua produk tersebut. Untuk membuat dan menggunakan tanda tangan email Outlook di web, lihat Membuat dan menambahkan tanda tangan email di Outlook di web. Jika ingin melihat caranya, silakan tonton video di bawah ini. Buka pesan email baru. Pada menu Pesan, pilih Tanda tangan > Tanda Tangan. Bergantung pada ukuran jendela Outlook Anda dan apakah Anda sedang membuat pesan email baru atau membalas atau meneruskan, menu Pesan dan tombol Tanda Tangan mungkin berada di dua lokasi yang berbeda. Di bawah Pilih tanda tangan untuk diedit ,pilih Baru , dan dalam kotak dialog Tanda Tangan Baru, ketik nama untuk tanda tangan tersebut. Di bawah Edit tandatangan , buat tanda tangan Anda. Anda bisa mengubah font, warna font, dan ukuran, serta perataan teks. Jika Anda ingin membuat tanda tangan yang lebih kokoh dengan poin, tabel, atau batas, gunakan Word untuk memformat teks Anda, lalu salin dan tempelkan tanda tangan ke dalam kotak Edit tanda tangan. Anda juga dapat menggunakan salah satu templat kami yang telah didesain sebelumnya untuk tanda tangan. Unduh templat di Word, kustomisasi templat dengan informasi pribadi Anda, lalu salin dan tempelkan ke dalam kotak Edit tanda tangan. Catatan Anda dapat menambahkan tautan dan gambar ke tanda tangan email, mengubah font dan warna, serta membenarkan teks menggunakan bilah pemformatan mini di bawah Edit tanda tangan. Anda juga bisa menambahkan ikon dan link media sosial dalam tanda tangan Anda atau mengkustomisasi salah satu temlates kami yang telah didesain sebelumnya. Untuk informasi selengkapnya, lihat Membuat tanda tangan dari templat. Untuk menambahkan gambar ke tanda tangan, lihat Menambahkan logo atau gambar ke tanda tangan Anda. Di bawah Pilih tanda tangan default, atur opsi berikut ini untuk tanda tangan Anda Dalam kotak menurun Akun email, pilih akun email untuk dikaitkan dengan tanda tangan. Anda dapat memiliki tanda tangan berbeda untuk setiap akun email. Jika Anda ingin tanda tangan Anda ditambahkan ke semua pesan baru secara default, dalam kotak turun bawah Pesan baru, pilih salah satu tanda tangan Anda. Jika Anda tidak ingin menambahkan tanda tangan ke pesan baru secara otomatis, pilih tidak ada. Ini tidak menambahkan tanda tangan ke setiap pesan yang Anda balas atau teruskan. Agar tanda tangan ditampilkan dalam pesan yang dibalas dan diteruskan, dalam menu menurun Balasan/terusan, pilih salah satu tanda tangan Anda. Jika tidak, terima opsi default tidak ada. Pilih OK untuk menyimpan tanda tangan baru dan kembali ke pesan Anda. Outlook tidak menambahkan tanda tangan baru ke pesan yang dibuka dalam Langkah 1, bahkan jika memilih untuk menerapkan tanda tangan ke semua pesan baru. Anda harus menambahkan tanda tangan secara manual ke pesan satu ini. Semua pesan berikutnya akan ditambahkan tanda tangan secara otomatis. Untuk menambahkan tanda tangan secara manual, pilih Tanda Tangan dari menu Pesan lalu pilih tanda tangan yang baru dibuat. Menambahkan logo atau gambar ke tanda tangan Anda Jika Anda memiliki logo perusahaan atau gambar untuk ditambahkan ke tanda tangan, gunakan langkah-langkah berikut ini. Buka pesan baru lalu pilih Tanda tangan > Tanda Tangan. Dalam kotak Pilih tanda tangan untuk diedit, pilih tanda tangan yang ingin Anda tambahkan logo atau gambarnya. Pilih ikon Gambar , temukan file gambar Anda, dan pilih Sisipkan. Untuk mengubah ukuran gambar, klik kanan gambar, lalu pilih Gambar. Pilih tab Ukuran dan gunakan opsi untuk mengubah ukuran gambar Anda. Untuk mempertahankan proporsi gambar, pastikan untuk tetap mencentang kotak Kunci rasio aspek. Bila sudah selesai, pilih OK, lalu pilih lagi OK untuk menyimpan perubahan pada tanda tangan Anda. Menyisipkan tanda tangan secara manual Jika Anda tidak memilih menyisipkan tanda tangan untuk semua pesan atau balasan dan pesan diteruskan baru, tanda tangan masih dapat disisipkan secara manual. Dalam pesan email Anda, pada tab Pesan, pilih Tanda Tangan. Pilih tanda tangan Anda dari menu fly-out yang muncul. Jika Anda memiliki lebih dari satu tanda tangan, Anda bisa memilih salah satu tanda tangan yang dibuat. Lihat cara melakukannya Atas halaman Membuat tanda tangan Buka pesan baru. Di tab Pesan, dalam grup Sertakan, klik Tanda Tangan, lalu klik Tanda Tangan. Pada tab Tanda Tangan Email, klik Baru. Ketik nama untuk tanda tangan, lalu klik OK. Di kotak Edit tanda tangan, ketik teks yang ingin Anda sertakan di tanda tangan. Untuk memformat teks, pilih teks, lalu gunakan tombol gaya dan pemformatan untuk memilih opsi yang Anda inginkan. Untuk menambahkan elemen di samping teks, klik di tempat yang Anda inginkan untuk memunculkan elemen tersebut, lalu lakukan salah satu hal berikut Opsi Cara Untuk menambahkan kartu nama elektronik Klik Kartu Nama, lalu klik suatu kontak dalam daftar Diarsipkan Sebagai. Klik OK Untuk menambahkan hyperlink Klik Sisipkan Hyperlink,ketikkan informasi atau telusuri hyperlink, klik untuk memilihnya, lalu klik OK Untuk menambahkan gambar Klik Gambar, telusuri gambar, klik untuk memilihnya, lalu klik OK. Format file umum untuk gambar mencakup .bmp, .gif, .jpg, dan .png. Untuk menyelesaikan pembuatan tanda tangan, klik OK. Catatan Tanda tangan yang baru Anda buat atau ubah tidak akan muncul dalam pesan yang terbuka; tanda tangan harus disisipkan ke dalam pesan. Menambahkan tanda tangan ke pesan Tanda tangan dapat ditambahkan secara otomatis ke semua pesan keluar, atau Anda dapat memilih pesan tertentu yang disertai dengan tanda tangan. Catatan Setiap pesan hanya dapat berisi satu tanda tangan. Menyisipkan tanda tangan secara otomatis Pada tab Pesan, dalam grup Sertakan, klik Tanda tangan, lalu klik Tanda tangan. Di bawah Pilih tanda tangan default, dalam daftar Akun email, klik akun email yang ingin Anda kaitkan dengan tanda tangan. Di daftar Pesan baru, pilih tanda tangan yang ingin Anda sertakan. Jika Anda menginginkan tanda tangan disertakan saat Anda membalas atau meneruskan pesan, di daftar Balas/teruskan, pilih tanda tangan. Jika tidak, klik tidak ada. Menyisipkan tanda tangan secara manual Di pesan baru, di tab Pesan, di grup Sertakan, klik Tanda tangan, lalu klik tanda tangan yang Anda inginkan. Tips Untuk menghapus tanda tangan dari pesan yang terbuka, pilih tanda tangan dalam isi pesan, lalu tekan DELETE. Lihat juga Mengustomisasi pesan email Anda Umpan balik untuk membuat tanda Outlook tangan Memiliki umpan balik tentang membuat atau menggunakan tanda Outlook tangan? Kami ingin mengetahuinya. Terutama, jika Anda kesulitan menemukan menu Tanda Tangan, kami ingin mengetahui tempat yang Anda harapkan untuk menemukan opsi untuk membuat tanda tangan. Tim Outlook pemrograman dan tim Outlook akan mendengarkan umpan balik Anda. Klik Ya atau Tidak di bagian bawah layar di samping Apakah informasi ini membantu? lalu tinggalkan komentar dan saran untuk menyempurnakan Outlook tanda tangan Anda. Beri tahu kami versi tanda Outlook yang saat ini Anda gunakan serta mengapa Anda mencari bantuan untuk membuat tanda tangan. Kami akan memperbarui dokumentasi ini secara teratur untuk menjawab sebanyak mungkin umpan balik Anda. Perlu bantuan lainnya?
Soal Ulangan - sahabat soal ulangan pada kesempatan ini kita akan mengkaji tentang Larangan meminta-minta dan Tangan di atas lebih baik daripada tangan dibawah, berikut selengkapnya. عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَعَنْ وُهَيْبٍ قَالَ أَخْبَرَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذَاDari Hakim bin Hizam radliallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam berkata, "Tangan yang diatas lebih baik dari pada tangan yang di bawah, maka mulailah untuk orang-orang yang menjadi tanggunganmu dan shadaqah yang paling baik adalah dari orang yang sudah cukup untuk kebutuhan dirinya. Maka barangsiapa yang berusaha memelihara dirinya, Allah akan memeliharanya dan barangsiapa yang berusaha mencukupkan dirinya maka Allah akan mencukupkannya".HR. BukhoriDalam hadis riwayat Bukhari dari Hakim bin Hizam, Rasulullah menjelaskan bahwa “Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah”, maksudnya bahwa orang yang memberi lebih baik daripada yang menerima. Namun demikian bukan berarti jika kita diberi sesuatu oleh orang lain tidak boleh menerima. Jika ada orang yang memberi hadiah maka boleh diterima. Hal ini pernah dicontohkan Rasulullah Saw., ketika itu Rasulullah menegur sahabtnya, Umar bin Khaththab karena Umar tidak mau menerima pemberian Rasulullah Saw., maka Rasul pun menegurnya, sebagaimana sabdanya “Ambillah pemberian ini! Harta yang datang kepadamu, sementara engkau tidak mengharapkan kedatangannya, dan juga tidak memintanya. Maka ambilah. Dan apaapa yang tidak diberikan kepadamu. maka jangan memperturutkan hawa nafsumu untuk memperolehnya.” HR. Bukhari - Muslim. Dengan demikian jika ada yang memberi tidak dilarang untuk menerimanya, tetapi dilarang dilarang keras dalam syari’at kecuali dalam keadaan sangat terpaksa. Rasulullah mengilustrasikan akibat meminta-minta bahwa “Seseorang yang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.” HR. Bukhari – Muslim. Ini menggambarkan bahwa meminta-minta tanpa ada kepentingan yang sangat mendesak adalah suatu kehinaan yang berakibat dosa. Dalam hadis yang lain Rasul pun bersabda “Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka ia seolah-olah memakan bara api.” HR. Ahmad Selain itu, dalam hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah juga menjelaskan bahwa menafkahi keluarga yang menjadi tanggungan adalah harus menjadi prioritas utama dibandingkan memberi nafkah orang lain. Maka mulailah berinfak dengan mencukupi kebutuhan diri sendiri lalu orang yang menjadi tanggungan kita. Berinfak untuk dirimu lebih baik daripada selainnya. Rasulullah dalam hadisnya bersabda “Mulailah dari dirimu, bersedekahlah untuknya, jika ada sisa, maka untuk keluargamu”. HR. Muslim. Dalam hadis yang lain Rasulullah Saw. bersabda “ Satu dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau infakkan untuk memerdekakan seorang hamba budak, satu dinar yang engkau infakkan untuk orang miskin, dan satu dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu, maka yang lebih besar ganjarannya ialah satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu”. HR. MuslimSelain itu hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah ini juga menjelaskan bahwa sedekah atau infak terbaik adalah setelah tercukupinya kebutuhan keluarga. Dan yang berhak mendapat nafkah lebih awal adalah keluarga terdekat dan orangorang yang menjadi tanggungan. Selanjutnya dalam hadis ini juga mengabarkan bahwa Allah akan memelihara orang yang memelihara dirinya iffah. Dan Allah akan mencukupkan orang yang mencukupkan kebutuhan dirinya qana’ah. Ini terlihat dalam kalimat “Maka barangsiapa yang berusaha memelihara dirinya, Allah akan memeliharanya dan barangsiapa yang berusaha mencukupkan dirinya maka Allah akan mencukupkannya." Ini bukti bahwa orang yang ikhlas menerima ketentuan bahwa rezeki itu dari Allah, maka Allah akan senantiasa menjaga dan memelihara kesuciannya. Perilaku seperti demikian hanya akan lahir dari orang-orang yang memiliki keimanan yang kuat. Maka berinfaklah, karena infak merupakan bukti dari keutamaan iman seseorang.
TANGAN DI ATAS LEBIH BAIK DARI TANGAN DI BAWAHOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه اللهعَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُDari Hakîm bin Hizâm Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allâh akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allâh akan memberikan kecukupan kepadanya.”TAKHRIJ HADITS. Hadits ini muttafaq alaih. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri no. 1427 dan Muslim 124KOSA KATA الْعُلْيَا Tangan yang di atas Orang yang memberiاَلْيَدُ السُّفْلَى Tangan yang di bawah orang yang menerimaبِمَنْ تَعُوْلُ Orang yang menjadi tanggunganmu, yaitu isteri, orang tua, anak-anak yang masih menjadi tanggungan orang tua dan pelayan pembantu.خَيْرٌ Lebih غِنًى Tidak membutuhkannya, lebih dari Menjaga kehormatan diri atau menahan diri dari Merasa cukup dengan karunia Allâh.SYARAH HADITS. Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَىTangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawahYaitu orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima, karena pemberi berada di atas penerima, maka tangan dialah yang lebih tinggi sebagaimana yang disabdakan oleh Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam .Al-Yadus Suflâ tangan yang dibawah memiliki beberapa pengertian Makna Pertama, artinya orang yang menerima, jadi maksudnya adalah orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima. Namun ini bukan berarti bahwa orang yang diberi tidak boleh menerima pemberian orang lain. Bila seseorang memberikan hadiah kepadanya, maka dia boleh menerimanya, seperti yang terjadi pada Shahabat yang mulia Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu ketika beliau Radhiyallahu anhu menolak pemberian dari Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam , maka Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanyaخُذْهُ، وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ وَأنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ، فَخُذْهُ، وَمَا لَا، فَلاَ تُتْبِعْهُ نَفْسَكَAmbillah pemberian ini! Harta yang datang kepadamu, sementara engkau tidak mengharapkan kedatangannya dan tidak juga memintanya, maka ambillah. Dan apa-apa yang tidak diberikan kepadamu, maka jangan memperturutkan hawa nafsumu untuk memperolehnya.”[1]Demikian juga jika ada yang memberikan sedekah dan infak kepada orang miskin dan orang itu berhak menerima, maka boleh ia kedua, yaitu orang yang minta-minta, sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، اَلْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُTangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan di atas yaitu orang yang memberi infak dan tangan di bawah yaitu orang yang minta-minta.[2]Makna yang kedua ini terlarang dalam syari’at bila seseorang tidak sangat membutuhkan, karena meminta-minta dalam syari’at Islam tidak boleh, kecuali sangat terpaksa. Ada beberapa hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang melarang untuk meminta-minta, di antaranya sabda Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّىٰ يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍSeseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.[3]Hadits ini merupakan ancaman keras yang menunjukkan bahwa meminta-minta kepada manusia tanpa ada kebutuhan itu hukumnya haram. Oleh karena itu, para Ulama mengatakan bahwa tidak halal bagi seseorang meminta sesuatu kepada manusia kecuali ketika dalam hadits di atas diperuntukkan bagi orang yang meminta-minta kepada orang lain untuk memperkaya diri, bukan karena kebutuhan. Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَBarangsiapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api.’”[4]Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaمَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا ، فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا ، فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْBarangsiapa meminta harta kepada orang lain untuk memperkaya diri, maka sungguh, ia hanyalah meminta bara api, maka silakan ia meminta sedikit atau banyak.[5]Adapun meminta-minta karena adanya kebutuhan yang sangat mendesak, maka boleh karena terpaksa. Allâh Azza wa Jalla berfirmanوَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْDan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardiknya.” [Adh-Dhuhâ/9310]Dan juga seperti dalam hadits Qâbishah yang panjang, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 1044 dan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُDan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmuYaitu saat ingin memberikan sesuatu, hendaknya manusia memulai dan memprioritaskan orang yang menjadi tanggungannya, yakni yang wajib ia nafkahi. Menafkahi keluarga lebih utama daripada bersedekah kepada orang miskin, karena menafkahi keluarga merupakan sedekah, menguatkan hubungan kekeluargaan, dan menjaga kesucian diri, maka itulah yang lebih utama. Mulailah dari dirimu! Lalu orang yang menjadi tanggunganmu. Berinfak untuk dirimu lebih utama daripada berinfak untuk selainnya, sebagaimana dalam hadits, Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَMulailah dari dirimu, bersedekahlah untuknya, jika ada sisa, maka untuk keluargamu[6]Dalam hadits di awal rubrik ini, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyuruh umatnya untuk memulai pemberian nafkah dari keluarga. Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِيْ رَقَبَةٍ، وَدِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِيْنٍ، وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعَظَمُهَا أَجْرًا الَّذِيْ أَنْفَقْتَهُ عَلَى dinar yang engkau infaqkan di jalan Allâh, satu dinar yang engkau infakkan untuk memerdekakan seorang hamba budak, satu dinar yang engkau infakkan untuk orang miskin, dan satu dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu, maka yang lebih besar ganjarannya ialah satu dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu[7]Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًىDan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannyaArtinya sedekah terbaik yang diberikan kepada sanak keluarga, fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan adalah sedekah yang berasal dari kelebihan harta setelah keperluan terpenuhi. Artinya, setelah dia memenuhi keperluan keluarganya secara wajar, baru kemudian kelebihannya disedekahkan kepada fakir yang serupa dengan pembahasan ini yaitu hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu , Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda مَا يَكُنْ عِنْدِيْ مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ،وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ، وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ Apa saja kebaikan yang aku punya, aku tidak akan menyembunyikannya dari kalian. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya dari kejelekan, maka Allâh akan menjaganya. Barangsiapa merasa cukup dengan karunia Allâh maka Allâh akan mencukupinya. Barangsiapa melatih diri untuk bersabar, maka Allâh akan menjadikannya sabar. Dan tidaklah seseorang diberi sebuah pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada anugerah kesabaran.[8]Hadits ini mengandung empat kalimat yang bermanfaat dan menyeluruh yaituKalimat Pertama وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُBarangsiapa menjaga kehormatan dirinya dari kejelekan, maka Allâh akan menjaganya Kalimat Kedua ومَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُBarangsiapa merasa cukup dengan karunia Allâh maka Allâh akan mencukupinyaKedua kalimat di atas saling berkaitan, karena kesempurnaan penghambaan diri seorang hamba kepada Allâh Azza wa Jalla terletak dalam keikhlasannya kepada Allâh, takut, harap, dan bergantung kepada-Nya, tidak kepada makhluk. Oleh karena itu, wajib baginya untuk berusaha merealisasikan kesempurnaan tersebut, mengerjakan semua sebab dan perantara yang bisa mengantarkannya kepada kesempurnaan tersebut. Sehingga dia menjadi hamba Allâh yang sejati, bebas dari perbudakan seluruh makhluk. Dan itu didapat dengan mencurahkan jiwanya pada dua perkara;Meninggalkan ketergantungan pada seluruh makhluk dengan menjauhkan diri dari apa-apa yang ada pada mereka. Tidak meminta kepada mereka dengan perkataan maupun keadaannya. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Umar Radhiyallahu anhu خُذْهُ، وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ، فَخُذْهُ، وَمَا لَا، فَلاَ تُتْبِعْهُ pemberian ini. Harta yang datang kepadamu, sedang engkau tidak mengharapkan kedatangannya dan tidak juga memintanya, maka ambillah! Dan apa-apa yang tidak diberikan kepadamu, maka jangan memperturutkan hawa nafsumu untuk memperolehnya[9]Maka menghilangkan ketamakan dari dalam hati serta menjauhkan lisan dari meminta-minta demi menjaga diri dan menjauhkan diri dari pemberian makhluk serta menjauhkan diri ketergantungan hati terhadap mereka, merupakan faktor yang kuat untuk memperoleh iffah kesucian diri dan dijauhkan dari hal-hal yang tidak halal atau tidak baik.Merasa cukup dengan Allâh Azza wa Jalla , percaya dengan kecukupan-Nya, karena barangsiapa bertawakkal kepada Allâh Azza wa Jalla , maka Allâh Azza wa Jalla akan mencukupinya. Inilah yang dimaksudkan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nyaوَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allâh, niscaya Allâh akan mencukupkan keperluannya...” [Ath-Thalâq/653]Potongan kalimat yang pertama yaitu sabda Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam yang artinya, “ Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya, maka Allâh akan menjaganya,” merupakan wasîlah cara untuk sampai kepada hal ini. Yaitu barangsiapa menjaga kehormatan dirinya dari apa-apa yang ada pada manusia dan apa-apa yang didapat dari mereka, maka itu mendorong dirinya untuk semakin bertawakkal kepada Allâh Azza wa Jalla , berharap, semakin menguatkan keinginannya dalam meraih kebaikan dari Allâh Azza wa Jalla , dan berbaik sangka kepada Allâh serta percaya kepada-Nya. Allâh Azza wa Jalla bersama hamba-Nya yang berprasangka baik kepada-Nya; jika hamba tersebut berprasangka baik, maka itu yang dia dapat. Dan jika ia berprasangka buruk, maka itu yang dia Shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits bahwa Allâh Azza wa Jalla berfirmanأَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْAku bersama prasangka hamba-Ku terhadap-Ku[10]Masing-masing dari dua hal tersebut saling membangun dan saling menguatkan. Semakin kuat ketergantungannya kepada Allâh Azza wa Jalla , maka akan semakin lemah ketergantungannya kepada seluruh makhluk. Begitu juga sebaliknya, semakin kuat ketergantungan manusia kepada makhluk, maka semakin lemah ketergantungannya kepada Allâh Azza wa Jalla . Di antara do’a Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yaituاللهم إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْهُدَى، وَالتُّقَى، وَالْعَفَافَ، وَالْغِنَىYa Allâh, sesungguhnya aku memohon kepadamu petunjuk, ketakwaan, kesucian dijauhkan dari hal-hal yang tidak halal dan tidak baik, dan aku memohon kepada-Mu kecukupan dijauhkan dari hal-hal yang tidak halal/tidak baik, dan aku memohon kepada-Mu kecukupan.[11]Doa yang singkat ini telah mencakup seluruh kebaikan, yaituPetunjuk yaitu memohon hidayah ilmu yang Takwa kepada Allâh yaitu dengan mengerjakan amal-amal shalih dan meninggalkan segala hal yang haram. Inilah kebaikan menyempurnakan itu semua adalah keshalihan hati dan ketenangannya yang dapat diraih dengan menjauhkan diri dari makhluk dan merasa cukup dengan Allâh Azza wa Jalla. Barangsiapa merasa cukup dengan Allâh Azza wa Jalla, maka dia adalah orang kaya yang sesungguhnya, walaupun penghasilannya sedikit. Karena kekayaan bukanlah dengan banyaknya harta, tetapi kekayaan yaitu kekayaan hati. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ Hakikat kaya bukanlah dengan banyaknya harta benda, namun kaya yang sebenarnya adalah kaya hati merasa ridha dan cukup dengan rezeki yang dikaruniakan[12]Dengan iffah kesucian diri dan merasa berkecukupan maka akan terwujud kehidupan yang baik bagi seorang hamba, nikmat dunia, dan qanâ’ah merasa puas atas apa yang Allâh berikan Shallallahu alaihi wa sallam bersabda قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُSungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberikan rezeki yang cukup, dan dia merasa puas dengan apa yang Allâh berikan kepadanya[13]Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabdaطُوْبَى لِمَنْ هُدِيَ إِلَى الْإِسْلَامِ، وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا، وَقَنِعَBerbahagialah orang yang mendapat petunjuk untuk memeluk Islam, dan diberi rezeki yang cukup serta merasa puas qana’ah[14]Orang yang merasa cukup dan qanâ’ah merasa puas dengan apa yang Allâh karuniakan –meskipun dia hanya mempunyai bekal dan makanan hari itu saja– maka seolah-olah ia memiliki dunia dan ketigaوَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُBarang siapa yang melatih diri untuk bersabar, maka Allâh akan menjadikan dia sabarKemudian disebutkan dalam kalimat keempat bahwa jika Allâh Azza wa Jalla memberikan kesabaran kepada seorang hamba, maka pemberian itu merupakan anugerah yang paling utama dan pertolongan yang paling luas serta paling agung. Allâh Azza wa Jalla berfirman وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِDan mohonlah pertolongan kepada Allâh dengan sabar dan shalat…” [Al-Baqarah/245], yaitu dalam setiap perkara Azza wa Jalla juga berfirman وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَDan bersabarlah Muhammad dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allâh dan janganlah engkau bersedih hati terhadap kekafiran mereka dan jangan pula bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan.”[An-Nahl/16127]Sabar, seperti halnya akhlak-akhlak terpuji lainnya, membutuhkan kesungguhan jiwa dan latihan. Karena itulah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang melatih diri untuk bersabar,” yaitu orang yang mencurahkan jiwanya untuk bersabar, “Maka Allâh Azza wa Jalla akan menjadikannya sabar,” yaitu Allâh akan menolongnya agar ia bisa itu merupakan pemberian yang paling agung, karena ia berkaitan dengan semua urusan seorang hamba dan sebagai penyempurnanya. Seorang hamba membutuhkan kesabaran dalam segala keadaan selama hamba membutuhkan kesabaran dalam segala hal, di antaranyaDalam menjalankan ketaatan kepada Allâh sampai dia bisa mengerjakan dan menunaikannyaSabar dalam menjauhkan maksiat kepada Allâh sampai dia bisa meninggalkannya karena Allâh Azza wa JallaSabar atas takdir-takdir Allâh yang menyakitkan sampai dia tidak marah karenanya,Bahkan seorang hamba membutuhkan sabar atas nikmat-nikmat Allâh dan hal-hal yang dicintai oleh jiwa, sehingga dia tidak membiarkan jiwanya tenggelam dalam kesenangan dan kegembiraan yang tercela, tetapi dia terus menyibukkannya dengan bersyukur kepada Allâh Azza wa Jalla .Kesimpulannya, seorang hamba membutuhkan kesabaran dalam setiap keadaannya. Dengan kesabaran, seorang hamba akan mendapat kemenangan. Allâh Azza wa Jalla menyebutkan tentang penghuni surga dalam firman-Nya وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ ﴿٢٣﴾ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ“…Sedangkan para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;sambil mengucapkan, Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.’ maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.” [Ar-Ra’du/13 23-24]Begitu juga firman-Nya أُولَٰئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُواMereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi dalam surga atas kesabaran mereka… [Al-Furqân/2575]Mereka mendapatkan surga berserta kenikmatannya dan mendapatkan tempat-tempat yang tinggi karena kesabaran. Seorang hamba harus meminta kepada Allâh Azza wa Jalla agar diselamatkan dari cobaan yang tidak diketahui akibatnya, namun jika cobaan itu datang kepadanya, maka kewajibannya adalah al-Qur’ân dan lewat lisan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam, Allâh Azza wa Jalla telah berjanji akan memberikan perkara-perkara yang tinggi dan mulia bagi orang-orang yang bersabar. Di antara perkara-perkara tersebutAllâh Azza wa Jalla berjanji akan menolong mereka dalam semua urusan. Al-A’râf/7137Allâh Azza wa Jalla bersama mereka dengan pertolongan, taufik, dan kelurusan dari-Nya Al-Anfâl/8 46Allâh Azza wa Jalla mencintai orang-orang yang bersabar. Ali Imrân/3146Allâh Azza wa Jalla menguatkan hati dan kaki mereka, memberi ketenangan kepada mereka, memudahkan mereka untuk melakukan ketaatan dan menjaga mereka dari Azza wa Jalla mengaruniakan kepada mereka shalawat, rahmat, dan hidayah ketika musibah menimpa mereka. Al-Baqarah/2155-157Allâh Azza wa Jalla meninggikan derajat mereka di dunia dan Azza wa Jalla menjanjikan kemenangan buat mereka, akan memberikan kemudahan, dan menjauhkan mereka dari Azza wa Jalla menjanjikan kebahagiaan, keberuntungan, dan kesuksesan buat mereka. Ali Imrân/3200Allâh Azza wa Jalla memberi mereka ganjaran tanpa perhitungan. Az-Zumar/3910Sabar itu awalnya sangat sulit, tetapi akhirnya mudah dan terpuji. Sebagaimana dikatakanوَالصَّبْرُ مِثْلُ اسْمِهِ مُرٌّ مَذَاقَتُهُ لَكِنْ عَوَاقِبُهُ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِSabar itu pahit rasanya seperti namanya Tetapi akhirnya lebih manis daripada yang memberi lebih baik daripada orang yang bersedekah dan berinfak kepada kaum Muslimin yang hukumnya haram dalam seseorang diberi sesuatu tanpa diminta, maka ia boleh Muslim wajib memberi nafkah kepada orang yang berada dalam pemeliharaan, seperti isteri, anak, orang tua dan menyedekahkan apa yang masih dibutuhkan atau menyedekahkan seluruh apa yang dimilikinya, sehingga dia tidak terpaksa meminta-minta kepada orang sedekah yaitu sedekah yang diambilkan dari kelebihan harta setelah kebutuhan kita diri dari meminta-minta dan merasa cukup dengan pemberian Allâh Azza wa Jalla dapat membuahkan rezeki yang baik dan jalan menuju yang menjaga kehormatan dirinya iffah, maka Allâh Azza wa Jalla akan yang tidak meminta-minta kepada manusia, maka dia akan yang qanâ’ah merasa puas dengan rezeki yang Allâh Azza wa Jalla karuniakan, dia adalah orang yang paling yang merasa cukup dengan rezeki yang Allâh karuniakan kepadanya, maka Allâh Azza wa Jalla akan yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla wajib menghilangkan ketergantungan hatinya kepada makhluk. Dia wajib bergantung hanya kepada Allâh Azza wa Jalla .Orang yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla wajib bertawakkal hanya kepada Allâh dan merasa cukup dengan rezeki yang Allâh Mukmin wajib melatih dirinya untuk sabar dalam melaksanakan ketaatan, sabar dalam menjauhkan dosa dan maksiat, serta sabar dalam menghadapi cobaan dan yang paling baik yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepada seorang hamba adalah Imam Ahmad bin Nâzhiriin Syarh Riyâdhis ShâlihîSyarh Riyâdhis Shâlihîn, Syaikh Muhammad bin Shalih al- Qulûbil Abrâr fii Syarh Jawâmi’il Akhbâr, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di.Idatush Shâbirîn wa Dzakhîratusy Syâkirîn, Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XVIII/1436H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] Muttafaq alaih HR. Al-Bukhâri no. 1473 dan Muslim no. 1045 110 [2] Muttafaq alaih HR. Al-Bukhâri no. 1429 dan Muslim no. 1033, dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma. [3] Muttafaq alaih HR. Al-Bukhâri no. 1474 dan Muslim no. 1040 103. [4] Shahih HR. Ahmad IV/165, Ibnu Khuzaimah no. 2446, dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr IV/15, no. 3506-3508. Lihat Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr no. 6281, dari Hubsyi bin Junadah Radhiyallahu anhu [5] Shahih HR. Muslim no. 1041, Ahmad II/231, Ibnu Majah no. 1838, Ibnu Abi Syaibah dalam al–Mushannaf no. 10767, al-Baihaqi IV/196, Abu Ya’la no. 6061, dan Ibnu Hibbân no. 3384-at-Ta’lîqâtul Hisân. [6] Shahih HR. Muslim no. 997, dari Jâbir Radhiyallahu anhu [7] ShahihHR. Muslimno. 995, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu [8] Muttafaq alaih Al-Bukhâri no. 1469, 6470 dan Muslim no. 1053 124 dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu [9] Muttafaq alaih HR. Al-Bukhâri no. 1473 dan Muslim no. 1045 110. [10] Muttafaq alaih no. 7405, 7505 dan Muslim no. 2675 dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu [11] Shahih HR. Muslim no. 2721, at-Tirmidzi no. 3489, Ibnu Majah no. 3832, dan Ahmad I/416, 437, dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhuma [12] Shahih HR. Ahmad II/243, 261, 315, Al-Bukhâri no. 6446, Muslim no. 1051, dan Ibnu Majah no. 4137, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu [13] Shahih HR. Muslim no. 1054 dari Shahabat Abdullah bin Amr Radhiyallahu anhu [14] Shahih HR. Ahmad VI/19, at-Tirmidzi no. 2349, al-Hâkim I/34, 35, ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabîr XVIII/786, 787, dan selainnya dari Fadhâlah bin Ubaid al-Anshâri Radhiyallahu anhu
Khutbah Iاْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وعلى اله وأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أما بعد فيايها الإخوان، أوصيكم و نفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله تعالى في القران الكريم أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمان الرحيم يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ اللهSidang Jum’ah rahimakumullah,Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Rasululllah SAW bersabdaالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى Artinya “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah.”Apa yang dimaksud dengan “tangan di atas” adalah orang yang memberi, sedangkan “tangan di bawah” adalah orang yang menerima atau meminta. Hadits ini sangat terkenal sehingga banyak orang pernah mendengar hadits tersebut berikut penjelasannya. Banyak orang mengutip hadits itu untuk menasihati agar kita menjauhi perbuatan meminta-minta; sekaligus untuk mendorong agar kita lebih suka memberi dari pada meminta karena yang memberi akan menjadi pihak yang lebih baik dari pada yang diberi. Singkatnya, hadits ini menegaskan bahwa memberi itu lebih baik dari pada meminta. Atau, bahwa meminta itu tidak baik. Sidang Jum’ah rahimakumullah,Apa yang selama ini kita pahami tentang memberi dan meminta biasanya dikaitkan dengan barang atau hal-hal yang bersifat kebendaan. Para pengemis atau orang-orang miskin sering dimasukkan ke dalam kelompok peminta sehingga masyarakat seringkali memandang mereka dengan rendah. Sebaliknya, mereka orang-orang yang berkecukupan atau orang-orang kaya biasanya dimasukkan ke dalam kelompok pemberi atau dermawan sehingga masyarakat memandang mereka dengan penuh Jum’ah rahimakumullah,Lewat khutbah kali ini, khatib ingin mengajukan sebuah pertanyaan, apakah betul bahwa hadits tersebut semata-mata berkaitan dengan pinta-meminta atau beri-memberi dalam hubungannya dengan barang atau kebendaan saja?Hadits itu tidak semata-mata berkaitan dengan barang atau kebendaan seperti itu sebab peminta itu sebenarnya dapat dibagi menjadi 2 dua macam yakni peminta barang dan peminta jasa. Baik peminta barang maupun peminta jasa sama-sama tidak baik dalam pandangan Islam berdasarkan hadits di atas, yakniالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى Artinya “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah.”Lalu pertanyaannya, siapakah orang-orang yang suka meminta jasa? Atau dengan kata lain siapa kelompok orang yang suka minta dilayani? Sidang Jum’ah rahimakumullah,Jika orang-orang miskin atau orang-orang dari kalangan bawah sering dianggap sebagai orang yang suka meminta barang seperti uang, makanan, pakaian dan sebagainya, maka orang-orang mapan atau orang-orang kuat cenderung suka meminta dilayani. Artinya mereka adalah pihak yang suka meminta jasa orang lain. Mereka suka memerintah, atau dengan bahasa yang sangat santun, mereka suka meminta tolong, seperti minta diambilkan ini dan itu, atau minta dibuatkan ini dan itu. Atau minta diangkatkan barang ini dan barang itu; dan kemudian, bagaimana dengan Rasulullah SAW? Apakah beliau suka meminta jasa orang lain dengan minta dilayani ini dan itu?Sidang Jum’ah rahimakumullah,Rasulullah SAW adalah seorang tokoh yang sangat dihormati. Ketika beliau memerintah atau meminta tolong seseorang, tidak ada yang menolak. Bukan karena mereka takut, tapi karena saking hormatnya kepada beliau. Namun demikian beliau lebih suka melayani diri sendiri sebagaimana diceritakan oleh istri beliau, Aisyah, yang diriwayatkan Ahmadعن عائشة أنها سُئلت ما كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعمل في بيته، قالت "كَانَ يَخِيطُ ثَوْبَهُ، وَيَخْصِفُ نَعْلَهُ، وَيَعْمَلُ مَا يَعْمَلُ الرِّجَالُ فِي بُيُوتِهِمْ"Artinya ”Dari Aisyah RA, beliau ditanya apa yang dikerjakan Rasulullah SAW di rumah? Aisyah menjawab Rasulullah menjahit pekaiannya sendiri, mengesol sandalnya sendiri, dan melalukan apa yang biasa dilakukan laki-laki pada umumnya di rumah mereka.”Hadits di atas menunjukkan bahwa meskipun Rasulullah SAW adalah orang yang sangat mulia – bahkan paling mulia di dunia ini - baik di mata Allah maupun di mata manusia, beliau tidak segan-segan melakukan pekerjaan rumah tangga. Beliau tidak berpikir pekerjaan-pekerjaan seperti menjahit pakaian, mengesol sandal dan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga lainnya akan menurunkan kemuliaan beliau sebagai seorang nabi dan rasul. Tentu saja tidak sebab hanya perbuatan maksiat saja yang akan menurunkan kemuliaan seseorang. Pertanyaan berikutnya adalah kenapa Rasulullah SAW lebih suka melayani diri sendiri dari pada minta tolong kepada orang lain? Jawaban dari pertanyaan ini adalah karena tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah sebagai mana hadits di atas. Hadits tersebut sesungguhnya tidak saja berkaitan dengan hal-hal yang bersifat barang atau kebendaan tetapi juga hal-hal yang bersifat jasa. Oleh sebab itu, Rasulullah SAW lebih suka melayani diri sendiri dari pada dilayani. Hal ini juga dibuktikan dengan suatu peristiwa dimana Nabi Muhammad SAW tidak bersedia menerima tawaran jasa dari Abu Hurairah. Saat itu Abu Hurairah bermaksud membawakan barang milik Rasululullah SAW yang baru saja beliau beli di pasar. Kepada Abu Hurairah, Rasulullah SAW mengatakan صَاحِبُ الشَّيْءِ أَحَقُّ بِشَيْئِهِ أَنْ يَحْمِلَهُArtinya "Pemilik sesuatu barang lebih berhak pantas membawa barang miliknya. "Ketidak bersediaan Rasulullah SAW untuk dilayani Abu Hurairah tersebut menunjukkan bahwa beliau tidak suka merepotkan orang lain sementara beliau masih mampu melakukannya sendiri. Hal ini sekaligus merupakan bukti bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang sangat tawadhu’. Jadi memang kesediaan seseorang untuk melayani diri sendiri tidak lepas dari sikap tawadhu’ yang ada pada orang tersebut. Sidang Jum’ah rahimakumullah,Memperhatikan apa yang dipraktikkan Rasullah SAW dalam kehidupan sehari-hari seperti tersebut di atas, marilah kita mencoba mengikuti jejak beliau dengan berusaha semampu kita untuk melayani diri sendiri. Semua jerih payah yang kita lakukan yang didasarkan pada niat untuk tidak merepotkan orang lain pasti akan dicatat sebagai amal ibadah kita masing-masing. Tidak hanya itu, tetes-tetes keringat yang disebabkan karena melakukan aktifitas fisik sesungguhnya memiliki dampak positif bagi kesehatan kita sendiri. Apalagi di jaman sekarang banyak orang mengalami berbagai macam penyakit disebabkan karena kurangnya gerak fisik sebagai akibat dari majunya teknologi yang serba memanjakan manusia. Selain itu, berbagai macam penyakit tersebut juga disebabkan banyak orang mulai tidak suka melakukan kegiatan-kegiatan fisik dan kemudian lebih memilih menyerahkannya ke orang lain. Maka porsi kegiatan fisik menjadi kurang memadai. Untuk itu, marilah dengan prinsip tangan di atas lebih baik dari pada tangan dibawah, kita lakukan sendiri hal-hal yang memang bisa kita lakukan sendiri tanpa meminta jasa orang lain. Tentu saja, dalam hal ini kita harus bisa membedakan antara meminta jasa dengan membeli jasa orang lain. Membeli jasa berarti kita memberi pekerjaan kepada orang lain, dan oleh karena itu kita harus membayar atau menyediakan gaji. Sudah pasti hal ini sangat mulia. Tetapi jika hanya meminta jasa, sudah pasti ini hanya merepotkan orang lain karena sama saja dengan meminta keringat orang lain. Rasulullah SAW tidak suka meminta baik berupa barang maupun jasa. Sidang Jum’ah rahimakumullah,Mudah-mudahan uraian singkat ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi diri saya sendiri, dan umumnya kepada jama’ah shalat Jum’at sekalian. Amin ya rabbal اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌKhutbah IIاَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًاأَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَاَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْMuhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama UNU Surakarta
Skip to content HomeLandasan AgamaFikih dan MuamalahNasihat HatiNasihat UlamaSejarah IslamHomeLandasan AgamaFikih dan MuamalahNasihat HatiNasihat UlamaSejarah IslamHomeLandasan AgamaFikih dan MuamalahNasihat HatiNasihat UlamaSejarah Islam TANGAN YANG DI ATAS LEBIH BAIK DARIPADA TANGAN YANG DI BAWAH TANGAN YANG DI ATAS LEBIH BAIK DARIPADA TANGAN YANG DI BAWAH Jangan Tolak Pemberian Orang Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah [HR Bukhari no. 1427 dan Muslim 124]. Yaitu orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima, karena pemberi berada di atas penerima, maka tangan dialah yang lebih tinggi sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Al-Yadus Sufla tangan yang dibawah memiliki beberapa pengertian Makna Pertama Artinya orang yang menerima, jadi maksudnya adalah orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima. Namun ini bukan berarti bahwa orang yang diberi tidak boleh menerima pemberian orang lain. Bila seseorang memberikan hadiah kepadanya, maka dia boleh menerimanya, seperti yang terjadi pada Shahabat yang mulia Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu ketika beliau Radhiyallahu anhu menolak pemberian dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam , maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanya خُذْهُ، وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ وَأنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ، فَخُذْهُ، وَمَا لَا، فَلاَ تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ Ambillah pemberian ini! Harta yang datang kepadamu, sementara engkau tidak mengharapkan kedatangannya dan tidak juga memintanya, maka ambillah. Dan apa-apa yang tidak diberikan kepadamu, maka jangan memperturutkan hawa nafsumu untuk memperolehnya.” [Muttafaq alaih HR. Al-Bukhari no. 1473 dan Muslim no. 1045 110]. Demikian juga jika ada yang memberikan sedekah dan infak kepada orang miskin dan orang itu berhak menerima, maka boleh ia menerimanya. Makna Kedua Yaitu orang yang minta-minta, sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، اَلْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan di atas yaitu orang yang memberi infak dan tangan di bawah yaitu orang yang minta-minta [Muttafaq alaih HR. Al-Bukhari no. 1429 dan Muslim no. 1033, dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma]. Makna yang kedua ini terlarang dalam syari’at bila seseorang tidak sangat membutuhkan. Karena meminta-minta dalam syari’at Islam tidak boleh, kecuali sangat terpaksa. Ada beberapa hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang melarang untuk meminta-minta, di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّىٰ يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada Hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya [Muttafaq alaih HR. Al-Bukhari no. 1474 dan Muslim no. 1040 103]. Hadis ini merupakan ancaman keras yang menunjukkan bahwa meminta-minta kepada manusia tanpa ada kebutuhan itu hukumnya haram. Oleh karena itu, para Ulama mengatakan bahwa tidak halal bagi seseorang meminta sesuatu kepada manusia kecuali ketika darurat. Ancaman dalam hadis di atas diperuntukkan bagi orang yang meminta-minta kepada orang lain untuk memperkaya diri, bukan karena kebutuhan. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api.’ [Shahih HR. Ahmad IV/165, Ibnu Khuzaimah no. 2446, dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr IV/15, no. 3506-3508. Lihat Shahîh al-Jami’ish Shaghîr no. 6281, dari Hubsyi bin Junadah Radhiyallahu anhu]. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا ، فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا ، فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ Barang siapa meminta harta kepada orang lain untuk memperkaya diri, maka sungguh, ia hanyalah meminta bara api. Maka silakan ia meminta sedikit atau banyak [Shahih HR. Muslim no. 1041, Ahmad II/231, Ibnu Majah no. 1838, Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf no. 10767, al-Baihaqi IV/196, Abu Ya’la no. 6061, dan Ibnu Hibban no. 3384-at-Ta’lîqatul Hisan]. Adapun meminta-minta karena adanya kebutuhan yang sangat mendesak, maka boleh karena terpaksa. Allah Azza wa Jalla berfirman وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardiknya.” [Adh-Dhuha/9310] Related Posts
gambar tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah